Senin, 28 September 2009

Tanaman Hias

Merebut Peluang Pasar Global
(Sumber Harian Kompas selasa 11 Agustus 2009)

Mampukaah Indonesia memanfaatkan peluang pasar tanaman hias di pasar dunia yang saat ini sedang tumbuh pesat? Pertanyaan ini penting diajukan mengingat dari total nilai transaksi perdagangan tanaman hias dunia sekitar 90 miliar dollar AS, Indonesia baru memetik 0,02 persennya. Sementara Kolombia bisa meraup devisa dari ekspor tanaman hias sebesar 1 miliar dollar AS, nilai perolehan devisa Indonesia dari tanaman hias hanya 20 juta dollar AS atau setara Rp 200 miliar, jauh lebih kecil dari potensi sumber daya alam yang dimiliki. Direktur Budidaya Tanaman Hias pada Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian Agus Wediyanto mengungkapkan, melihat potensi yang ada, Indonesia masih bisa melipatgandakan ekspor tanaman hias.Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman hayati) terbesar kedua setelah Brasil. Iklimnya juga sesuai. Produksi tanaman hias di Tanah Air bisa dilakukan sepanjang tahun. Banyak ragam jenis tanaman hias khas tropis yang bisa dipasarkan di dunia, seperti philodendron, rapis, policias, leather leaf, dan tanaman anggrek. Agus mengatakan, melihat kemajuan industri tanaman hias di negara lain, sulit bagi Indonesia untuk merebut pasar yang sama. Salah satu pilihannya adalah memproduksi tanaman hias untuk jenis yang tidak bisa dikembangkan di negara lain. Misalnya negara-negara seperti Eropa, kuat dengan bunga potongnya, seperti krisan dan aneka jenis mawar. Thailand sudah maju dengan tanaman anggrek, juga mawar dan krisan. ”Jadi, kalau mau mengambil peluang pasar ekspor jangan yang sudah diambil negara tersebut,” katanya. Selain pasarnya sudah mantap dan mereka kuasai, jaraknya juga dekat. Sistem pengangkutannya sudah modern dan dalam kapasitas besar. Kolombia setiap hari mengirim 27 pesawat terbang yang khusus mengangkut tanaman hias ke pasar Belanda, yang kemudian didistribusikan ke negera-negara di Eropa daratan. Ongkos angkut tanaman hias dari Kolombia ke Belanda hanya 2,8 dollar AS per kilogram. Sebelum kenaikan minyak mentah dunia hanya 1,8 dollar AS. Sementara dari Indonesia bisa mencapai 4 dollar AS. Padat modal Biaya transportasi Indonesia untuk tanaman hias ke Eropa kalah murah dibandingkan Thailand yang hanya 3 dollar AS. Melihat kenyataan itu, Indonesia tidak akan bisa bersaing. Usaha tanaman hias tergolong padat modal. Untuk mengembangkan tanaman hias jenis krisan, misalnya, perlu investasi awal Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar per hektar. Selain soal investasi yang besar, kelemahan yang dihadapi antara lain menyangkut sarana produksi benih. Kapasitas lembaga penelitian Indonesia, baik dalam lingkup Departemen Pertanian maupun lembaga penelitian di perguruan tinggi, belum meyakinkan untuk menciptakan tanaman-tanaman hias unggulan. Adapun berbagai pungutan, baik yang resmi maupun liar, masih marak terjadi. Direktur Perbenihan dan Sarana Produksi Ditjen Hortikultura Nana Laksana Ranu menyatakan, ada semacam paradigma yang belum tepat dalam industri perbenihan tanaman hias. Benih tanaman hias selama ini hanya dipandang sebagai salah satu input produksi. Padahal, sesungguhnya benih bisa juga dipandang sebagai output dari sebuah industri mengingat permintaan benih terhadap tanaman hias besar. Peluang ekspor komoditas ini juga sangat besar. Bagaimanapun, berbagai hambatan dan kelemahan itu harus segera diatasi kalau Indonesia mau merebut pasar ekspor tanaman hias.(Hermas E Prabowo)

Sumber : kompas cetak
http://www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar